Rahayaan "Bupati Malra Harus Siap Menyelesaiakan Sengketa Tanah Langgur.

 


Malra- Trankonmasi.com

 Kepada media ini ketua Tim kuasa hukum marga Rettob Rettobnangan.Paulus.Rahayaan.SH saat menyampaikan kekesalan ke publik bahwa Bupati Maluku Tenggara,Drs Hi M. Thaher Hanubun telah disebut bahwa diduga telah menggunakan cara premanisme untuk dapat menyelesain sengketa tanah milik marga Rettob/Rettobnangan di kawasan ohoijang.23/04/2022."Ungkap Rahayaan dengan nada keras.


Dalam penyampain oleh kuasa hukum marga Rettob Rettobnqngan,Paulus Rahayaan,langsung di depan PT. Astra Honda Motor, Jl. Jendral Sudirman, Langgur Kecamatan Kei Kecil Maluku Tenggara telah didengar oleh ratusan masyarakat.


Bahwa pemerintah mesti ada rakyat, pemerintah mesti ada wilayah dan pemerintah mesti ada pengakuan. Untuk itu dirinya meminta agar Bupati Maluku Tenggara tidak menggunakan cara premanisme didalam menjawab penyelesaian kasus sengketa tanah yang terjadi di ohoijng tetapi selaku orang pertama di daerah ini harus punya rasa tanggung jawab dan rasa punya keadilan."Tegas Rahayaan.


Dan kalau mau di lihat bahwa ini adalah bentuk pemerintahan yang tidak baik,karna telah menggunakan cara premanisme dalam penanggulangan kasus sengketa tanah,'ungkap Rahayaan dengan nada keras.



Mantan anggota DPRD Kota Tual juga tidak segan-segan telah menyebutkan bahwa pemerintah dibawah kendali Bupati M. Thaher Hanubun mendapat raport yang buruk. "Ucap Rahayaan sambil memegang megafon.


Maka dari perkara ini, saya sangat sesalkan Bupati. karna Pengadilan Negeri Tual lewat Bupati Maluku Tenggara telah memberikan tenggang waktu selama 40 hari. Namun hingga kini, pihaknya sama sekali belum bisa dipertemukan dengan Bupati Malra, maka pertanyaanya ada apa di balik semua ini dan Bupati Malra harus profesional untuk menerima dan melayani siapa pun dia ketika ingin bertemu, "Pernyataan Rahayaan salah satu kuasa hukum senior dan juga politisi senior saat orasi di depan PT Astra Honda Motor langgur.


Menurut rahayaan sangat tidak relevan. karna Bupati sama sekali tidak mengindahkan amanat dari UU, sekaligus Bupati tidak mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Tual, sesuai batas waktu yang diberikan yaitu 40 hari,


Maka didalam perkara tersebut 30 hari lamanya Pengadilan Negeri Tual tidak kunjung datang pihak Bupati Malra atau stafnya,maka dengan demikian Rahayaan bersama para rekan-rekanya (Kuasa Hukum_Red) berusaha untuk menemui Bupati Thaher Hanubun di kantor,namun sama sekali tidak digubris hingga waktu 10 hari berlalu dan telah memasuki hari ke 40.


Dengan demikian lewat orasi yang dilakukan, pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Komisi A DPRD Kota Tual iini meragukan independensi dari Bupati Maluku Tenggara (Malra)


Menurutnya Rahayaan bahwa perkara yang ditangani bersama rekan-rekan pengacara lainya untuk menemui jalan buntu,karena Bupati Malra tidak merespon sama sekali atas kedatangan kami kuasa hukum dari marga Rettob Rettobnangan dan hal ini telah menunjukan kelemahan Hanubun,karna maksud dan tujuan kami ini baik.


Adapun sedemikian saya slaku ketua Tim kuasa hukum dalam kasus perkara sangketa tanah milik keluarga besar marga Rettob Rettobnangan,"saya sangat menyayangkan atas tindakan seperti ini, "Ungkap Paulus Rahayaan(P R)


Sebagai ketua tim kuasa hukum tentang kasus perkara sengketa tanah milik keluarga besar Rettob-Retibnangan saya sangat menyayangkan tindakan seperti ini"ucap Paulus  Rahayaan sekaligis ketua tim kuasa hukum di kei ini tidak ada tanah yang puna dan ini bukan tanah negara atau tanah indok,tapi ini tanah adat,negri adat dan negri adat ini di atur dengan kaida kaida dasar dalam kehidupan dan untuk tanah tidak ada kadarluasa di dunia ini


Maka sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa kasus sengketa tanah yang terjadi di tahun 1953 pada waktu itu bagaiman mana dengan Maluku Tenggara dan Maluku Tengah kluar dari Maluku selatan untuk membentuk pemerintahan sendiri,maka lahirlah UU No 35, PP No 35 1952  waktu itu di pimpin langsung oleh Opa saya Abraham kudubun,karna waktu itu beliau menjabat sebagai anggota DPRD dan pada waktu itu opa saya dan teman teman semua berjumlah 8 orang.



Dan memperjuangkan Maluku Tenggara(Kei) dan Saumlaki sangat sulit dan tarik menarik namun karna kita punya tanah,jadi pada saat itu melakukan penyerahan tanah itu bentuk politis,

Adapun sedemikian lanjut Rahayaan bahwa tidak ada tanah yang kadaluwarsa, tapi perlu kita tahu bersama bahwa PP No 24 tahun 1997 itu terkait dengan pendaftaran tanah,jadi tidak ada kata atau bahasa yang di bilang tanah sudah kadaluwarsa. "Tutup.JS

Share this

Previous
Next Post »
Give us your opinion