
lpktrankonmasi.id, Magelang - Rabu. (6/08/2025) Permintaan agar Presiden menunjukkan ijazah di depan publik kerap mencuat dalam perdebatan politik dan hukum. Namun secara hukum tata negara Indonesia, tidak ada satu pun peraturan perundang-undangan yang secara eksplisit mewajibkan Presiden atau calon Presiden untuk menunjukkan ijazah secara terbuka kepada publik.
Dalam sitem hukum tata negara indonesia pejabat negara maupun peserta bagi calon pemilu cukup memenuhi persyaratan sesuai regulasi kepada lembaga resmi (KPU atau MA). Itu artinya sebelum individu tersebut mencalonkan menjadi anggota pemilu yang sah seperti dokumentasi dan syarat administratif lainnya sudah di verifikasi oleh lembaga yang berwenang secara profesional.
Dalam prinsip hukum asas "Due process of law" adalah suatu prinsip dalam sistem hukum yang dimana menjamin bahwa setiap orang memiliki hak atas proses hukum yang adil dan layak. Ini berarti bahwa pemerintah dalam mengatasi sebuah perkara tetap harus mengikuti prosedur yang ditetapkan dan menghormati hak-hak individu sebelum mengambil tindakan yang dapat merugikan mereka, seperti perampasan kebebasan atau harta benda.
Lalu dalam hukum positif tidak tertulis tentang aturan yang memuat bahwa pemerintah ada kewajiban untuk membuktikan secara terbuka kepada publik luas (masyarakat) dimana ijazah harus ditunjukan di depan muka publik (umum) karena akan bertentangan dengan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Hak atas Informasi Publik - diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, tapi tetap dibatasi oleh ruang lingkup dan tidak mengesampingkan tentang perlindungan privasi data pribadi.
→ Maka, masyarakat publik dapat meminta informasi ke KPU atau pihak terkait yang berwenang untuk meminta data tersebut namun tidak bisa untuk di perlihatkan secara keseluruhan, dan hal tersebut tidak berarti Presiden wajib menunjukkan langsung di media atau panggung umum.
→ Bahkan terkait hal tersebut tidak ada aturan atau undang-undang tertulis yang memuat aturan bahwa pemerintah/pejabat instansi negara boleh/bisa menunjukkan data pribadi/terkait data privasi informasi individual/orang tertentu di depan muka masyarakat publik.
Jika Presiden menunjukkan ijazah ke publik, maka secara hukum tidak ada akibat hukum langsung yang bersifat wajib atau mengikat, karena tidak ada perintah maupun larangan dalam hukum positif. Namun, dari perspektif hukum tata negara, administrasi negara, dan etika pemerintahan, dapat dianalisis sebab-akibatnya dari tindakan tersebut.
Jika informasi terkait privasi data pribadi ditampilkan di muka publik tanpa sensor data pribadi dan informasi privasi lainnya yang bersangkutan denga tiap individu/ (recht person) maka hal tersebut bisa melanggar UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Dalam hukum administrasi negara dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik tindakan sukarela pejabat negara untuk terbuka kepada publik bukan pelanggaran, melainkan bagian dari prinsip:
-
Transparansi
-
Akuntabilitas
-
Responsibilitas publik
Namun tetap harus diiringi dengan perlindungan atas data pribadi dan menjaga otentisitas dokumen, Juga tentang informasi yang boleh di share atau di bagikan di muka publik sudah ada ruang lingkupnya tersendiri bagiannya.
Secara eksplisit dalam hukum positif tidak ada satu pun peraturan yang mewajibkan Presiden atau calon Presiden untuk menunjukkan ijazahnya di hadapan publik umum, jadi ketika pihak pemeritah/instansi negara secara sukarela ingin membuka informasi terkait keterbukaan informasi publik yag berhubungan dengan pemerintah yang transparan dengan prinsip kemanfaatan/keadilan/kepentingan umum/kepastian hukum/kecermatan. Hal tersebut harus tetap berlandaskan atau merujuk pada perlindungan hukum terkait data/privasi pribadi individu.
Konstitusi hanya menyebut syarat umum bagi Presiden dalam Pasal 6 ayat (1) UUD 1945, tanpa mencantumkan syarat pendidikan. Sementara itu, UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya Pasal 169 huruf q, menyatakan bahwa calon Presiden wajib memiliki ijazah minimal SMA/sederajat.
Yang kemudian syarat-syarat tersebut kemudian diverifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui Peraturan KPU No. 19 Tahun 2023. Dalam praktiknya, calon Presiden cukup menyerahkan fotokopi ijazah yang telah dilegalisir kepada KPU — bukan kepada publik luas.
Yang disini artinya bahwa sistem hukum tata negara juga telah secara tertulis mengatur segala peraturan secara sistematis berdasarkan hukum dan menerapkan prosedure sesuai undang-undang yang terkait.
Transparansi Sukarela: Boleh, Namun Tetap ada Batasan dimana Hak Privasi tetap dilindungi
Dalam kerangka negara demokrasi modern, keterbukaan informasi adalah prinsip penting. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memberikan hak kepada masyarakat untuk mengetahui informasi penyelenggaraan negara.
Namun perlu digarisbawahi, hak publik atas informasi tidak sama dengan kewajiban pejabat untuk membuka semua dokumen pribadinya tanpa batas. Ijazah adalah dokumen administratif yang wajib diverifikasi oleh lembaga berwenang, bukan oleh publik secara acak.
Jika Presiden secara sukarela menunjukkan ijazahnya, itu merupakan bentuk akuntabilitas moral dan politik, bukan keharusan hukum. Hal ini bisa memperkuat kepercayaan publik dan meredam isu hoaks yang beredar.
- Memperkuat transparansi - ini mencerminkan prinsip good governance.
- Beresiko melanggar UU Perlindungan Data Pribadi (UU No. 27 Tahun 2022)
- Hukum Terkait Data Pribadi yaitu ada UU ITE yang mengatur bahwa penggunaan data pribadi hanya bisa dilakukan berdasarkan :
1. Persetujuan orang yang bersangkutan, atau ;
2. Diharuskan berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Antara Hukum, Etika, dan Opini Publik
- Menariknya, tuntutan agar Presiden menunjukkan ijazah di ruang publik lebih merupakan dorongan moral dan etika demokrasi, bukan klaim atas dasar hukum positif. Jika dilakukan, itu akan menjadi preseden etik yang baik, tetapi tidak menciptakan kewajiban hukum bagi presiden lain di masa depan.
- Sebaliknya, tidak menampilkan ijazah ke publik juga bukan merupaka pelanggaran dan tidak tertib hukum, dikarenakan dokumen tersebut telah diserahkan kepada KPU dan telah diverifikasi secara sah oleh lembaga terkait.
- Di era keterbukaan informasi, pejabat publik termasuk Presiden memang sebaiknya bersikap transparan. Namun, keterbukaan itu tetap harus tunduk pada batasan hukum, termasuk perlindungan data pribadi dan asas proporsionalitas.
- Jika Presiden memilih untuk menunjukkan ijazahnya ke publik, itu adalah langkah simpatik yang memperkuat etika kepemimpinan. Namun publik juga perlu bijak bahwa validitas administratif bukan ditentukan oleh media sosial, melainkan oleh lembaga resmi negara.
Transparansi adalah jalan penting, tapi tetap harus dipandu oleh prosedur hukum yang telah tertulis.
Sebagian pihak mencoba mengakses dokumen pendidikan Presiden melalui UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, namun dihadapkan pada beberapa batasan hukum:
Prinsip | Penjelasan |
---|---|
Hak Publik | Publik berhak tahu informasi terkait pejabat publik, termasuk syarat administratif. |
Pengecualian UU KIP (Pasal 17) | Informasi yang mengandung data pribadi (alamat, nomor ijazah, nilai, tanda tangan) bisa dikecualikan. |
Asas Proporsionalitas & Relevansi | Permintaan informasi harus proporsional dan relevan dengan kepentingan publik, bukan kepentingan politik pribadi. |